Sebuah kisah teladan dari negeri China
Zhang Da
harus menanggung beban hidup yang berat ketika usianya masih sangat belia.
Tahun 2001, ketika usianya menjelang 10 tahun, Zhang Da harus menerima
kenyataan ibunya lari dari rumah. Sang ibu kabur karena tak
tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya. Yang lebih tragis, si ibu
pergi karena merasa tak sanggup lagi mengurus suaminya yang lumpuh, tak
berdaya, dan tanpa harta. Dan ia tak mau menafkahi keluarganya.
Maka Zhang Da yang tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh, harus
mengambil-alih semua pekerjaan keluarga. Ia harus mengurus ayahnya, mencari
nafkah, mencari makanan, memasaknya, memandikan sang ayah, mencuci pakaian,
mengobatinya, dan sebagainya.
Yang patut dihargai, ia tak mau putus sekolah. Setelah mengurus ayahnya, ia
pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil dengan mengikuti jalan
menuju tempatnya mencari ilmu. Selama dalam perjalanan, ia memakan apa saja
yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput, dedaunan, dan
jamur-jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi bahan makanannya, ia
menyeleksinya berdasarkan pengalaman. Ketika satu tumbuhan merasa tak cocok
dengan lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut. Sangat beruntung
karena ia tak memakan dedaunan atau jamur yang beracun.
Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah,
Zhang Da bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung dan
pergi menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka kebutuhan
seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua, dan sejumlah
buku untuk ia pejalari.
Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tak hanya membutuhkan obat yang
harus diminum, tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan. Karena tak mampu
membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat, Zhang Da justru
mempelajari bagaimana cara menyuntik. Ia beli bukunya untuk ia pelajari
caranya. Setelah bisa ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya
secara rutin pada sang ayah.
Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya hingga sampai lima tahun. Rupanya
kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang, menarik
pemerintahan setempat. Pada Januari 2006 pemerintah China menyelenggarakan
penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional. Dari 10 nama
pemenang, satu di antaranya terselip nama Zhang Da. Ternyata ia menjadi
pemenang termuda.
Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara
nasional. Zhang Da si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang
pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu padahal dirinya
masih anak-anak. “Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh
melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab,”
katanya.
Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya applaus. Pembawa acara
menanyainya lagi. “Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah di mana, dan
apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai
kuliah dan mau kuliah di mana. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan
saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat
ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar
televisi, mereka bisa membantumu!” papar pembawa acara.
Zhang Da terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya. Pembawa acara harus
mengingatkannya lagi. “Sebut saja!” katanya menegaskan.
Zhang Da yang saat itu sudah berusaha 15 tahun pun mulai membuka mulutnya
dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang
menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan Zhang
Da. 
“Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa,
aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!” 
kata Zhang Da yang disambut
tetesan air mata haru para penonton.
Zhang Da
tak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada
orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di
mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi
seorang ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai.
Tidak semua
orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi
setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yang istimewa
untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yang dihadapi pasti ada
jalan keluarnya. Di tiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Tuhan tidak akan
menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya.
Jadi
janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung,
sedang mengalami kekalahan, bangkitlah! Karena sesungguhnya kemenangan akan
diberikan kepada siapa saja yang telah berusaha sekuat kemampuannya. GBU